Tarawih secara bahasa merupakan bentuk jamak dari kata tarwihah yang berarti istirahat setiap selesai shalat empat rakaat. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibn al-Manzhur :
والترويحة في شهر رمضان: سميت بذلك لأستراحة القوم بعد كل أربع ركعات
Artinya: “Tarwihah dalam bulan ramadhan, dinamakan demikian karena istirahat beberapa orang setelah melaksanakan shalat empat rakaat”. (Ibn al-Manzhur, Lisan al-‘Arab, Juz. II, hal. 462).
Secara istilah tarawih adalah shalat sunnah yang dikerjakan di malam hari pada bulan ramadhan. Shalat tarawih hukumnya Sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama. Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqiyyah al-Kuwaitiah disebutkan :
أتفق الفقهاء على سنية صلاة التراويح، وهي عند الحنفية والحنابلة وبعض المالكية سنة مؤكدة، وهي سنة للرجال والنساء وهي من أعلام الدين الظاهرة
Artinya: “Kesepakatan para Fuqaha’ atas kesunnahan shalat tarawih. Sementara menurut madzhab Hanafiyah, Hanabilah, dan sebagian Malikiyah (salat tarawih) adalah sunah muakkadah. Salat tarawih dianjurkan bagi lelaki dan wanita dan merupakan syiar agama islam yang sangat nampak”. (Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqiyyah al-Kuwaitiah, Juz. XXVII, hal. 136-137).
Para ulama berdalil dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari Abu Hurairah, Bahwa Rasulullah bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ أِيْماَناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Barangsiapa bangun untuk beribadah di malam hari pada bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridha Allah SWT, niscaya diampuni oleh Allah SWT dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari, No. 37; Muslim, No. 759).
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah :
أَنَّ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم صَلىَّ فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ, فَصَلىَّ بِصَلاَتِهِ ناَسٌ, ثُمَّ صَلىَّ مِنَ الْقَابِلَةِ, فَكَثُرَ النَّاسُ, ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةْ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ, فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ, فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: قَدْ رَأَيْتُ الَّذِيْ صَنَعْتُمْ, فَلَمْ يَمْنَعْنِيْ مِنَ الْخُرُوْجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أِنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذٰلِكَ فِي رَمَضَانَ
Artinya: “Rasulullah SAW shalat di masjid pada suatu malam, kemudian kaum muslimin bermakmum di belakang beliau. Kemudian beliau mengerjakan shalat di malam berikutnya, jumlah kaum muslimin yg bermakmum dengan Rasulullah SAW semakin banyak, ketika kaum muslimin berkumpul pada malam yg ketiga, beliau tidak keluar untuk mengimami mereka. Keesokan harinya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya aku telah melihat apa yg teah kalian lakukan, aku tidak keluar untuk mengimami kalian karena khawatir kalian menganggap shalat itu wajib bagi kalian. Hal itu terjadi di bulan Ramadhan”.( HR. Muslim, No. 761).
Namun, yg menjadi permasalahan adalah banyak yg mengklaim bahwa shalat tarawih hanya boleh dikerjakan sebanyak 11 raka’at, tidak boleh lebih dari itu. Oleh karena itu berikut ini ada beberapa pendapat ulama dan dalilnya yg penulis ambil dari beberapa kitab yang mu’tabar tentang jumlah raka’at shalat tarawih, yaitu sebagai berikut :
Pertama, pada masa Rasulullah SAW shalat tarawih dan witir dilakukan sebanyak 11 rakaat, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim bahwa Aisyah ditanya tentang shalat Rasulullah SAW pada bulan ramadhan, Aisyah menjawab :
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ, وَلاَ فِي غَيْرِهِ, عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: يَاعَائِشَةُ! أِنَّ عَيْنِي تَنَامَانِ وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي
Artinya: “Rasulullah SAW tidak menambah (rakaat shalat tarawih dan witir) pada bulan ramadahan dan pada bulan lainnya sebanyak 11 rakaat. Beliau shalat empat rakaat, jangan ditanya bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat empat rakaat, jangan ditanya bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat tiga rakaat. Aisyah berkata: aku bertanya: wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum melaksanakan shalat witir? Rasulullah SAW bersabda: wahai Aisyah, sesungguhnya dua mataku tidur tapi hatiku tidak tidur”. (HR. Muslim, No. 738; Bukhari, No. 2013).
Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abu Salamah berkata: Aku bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah SAW, Aisyah menjawab :
كَانَ يُصَلِّى ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى ثَماَنَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوْتِرُ, ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ, فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ, ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْاِقَامَةِ, مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ
Artinya: “Rasulullah SAW shalat tiga belas rakaat. Beliau salat delapan rakaat, kemudian salat witir satu rakaat, kemudian shalat lagi dua rakaat sambil duduk, apabila beliau hendak ruku’ beliau berdiri dan ruku’, kemudian beliau shalat lagi dua rakaat di antara adzan dan iqamah salat Shubuh.”. (HR. Muslim, No. 738).
Selain dari dua riwayat tersebut, ada juga riwayat dari Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, dia berkata :
أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً. قَالَ: وَقَدْ كَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ، حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ، وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إِلَّا فِي فُرُوعِ الْفَجْرِ
Artinya: "Umar bin Khatthab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim ad-Dari untuk mengimami kaum muslimin dengan sebelas rakaat. Sa`ib berkata: Imam membaca dua ratusan ayat, hingga kami bersandar di atas tongkat karena sangat lamanya berdiri. Dan kami tidak selesai melainkan di ambang fajar”. (HR. Malik bin Anas, No. 4).
Kedua, shalat tarawih 13 rakaat, Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Jumrah, Abu Jumrah berkata: aku pernah mendengar Ibnu Abbas berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً
Artinya: “Rasulullah SAW shalat malam sebanyak 13 raka’at”. (HR. Muslim, No. 764).
Dalam riwayat lain, Imam Muslim juga menyebutkan riwayat dari Aisyah, Aisyah berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوْتِرُ مِنْ ذٰلِكَ بِخَمْسٍ لاَ يَجْلِسُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ فِي آخِرِهَا
Artinya: “Rasulullah SAW melakukan shalat di malam hari sebanyak 13 rakaat, beliau shalat witir dengan 5 rakaat, beliau tidak duduk (tasyahud) kecuali pada rakaat terakhir”. (HR. Muslim, No. 737).
Kedua hadis ini menyebutkan bahwa Rasulullah SAW shalat malam sebanyak 13 rakaat. Ada lima rakaat yang dikerjakan sekaligus dengan hanya satu kali duduk tasyahud pada rakaat yang ke lima, kemudian diakhiri dengan salam.
Ketiga, shalat tarawih 20 rakaat pada masa Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan Hanafi, Syafi’i, Hanbali dan Daud azh-Zhahiri. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdurrahman bin Abdul Qari berkata :
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرِ بْنِ الْخَطاَّبِ رضي الله عنه لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلىَ الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاس أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُوْنَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ: إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هۤؤُلاۤءِ عَلىَ قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكاَن َأَمْثَلَ، ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلىَ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ. ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ: نِعْمَ الْبِدْعَة هٰذِهِ, وَالَّتِي يَنَامُوْنَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُوْمُوْنَ يُرِيْدُ آخرَ اللَّيْلِ وَكاَنَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ أَوَّلَهُ
Artinya: “Pada malam Ramadhan aku keluar bersama Umar bin Khattab menuju masjid, ternyata kaum muslimin shalat berkelompok secara terpisah, ada yang shalat sendiri dan ada juga yang shalat diikuti oleh ma’mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka Umar berkata: Aku berpendapat seandainya mereka semuanya shalat berjama’ah yang dipimpin satu orang imam, itu lebih baik. Kemudian Umar memantapkan keinginannya lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama’ah yang dipimpin Ubay bin Ka’ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata kaum muslimin shalat dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh seorang imam, kemudian Umar berkata: Sebaik-baik bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu lebih baik dari mereka yang shalat awal malam. Beliau menginginkan mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan kaum muslimin banyak melakukan shalat pada awal malam”. (HR. Bukhari, No. 2010).
Ada beberapa komentar dari para ulama berkenaan dengan hadits ini, diantaranya Syekh Sayyid Sabiq:
وصح أن الناس كانو يصلون على عهد عمر وعثمان وعلي عشرين ركعة, وهو رأي جمهور الفقهاء من الحنفية والحنابلة وداود, وقال الترمذي: وأكثر أهل العلم على ماروي عن عمر وعلي وغيرهما من أصحاب النبي ﷺ عشرين ركعة, وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي وقال: هكذ أدركت الناس بمكة يصلون عشرين ركعة
Artinya: “Ada riwayat yang shahih bahwa kaum muslimin shalat tarawih pada masa khalifah Umar, Usman dan Ali dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama penganut mazhab Hanafi, Hambali dan Daud azh-Zhahiri. Imam at-Tirmidzi berkata: Mayoritas ulama berpegang kepada riwayat dari Umar, Ali dan lainnya dari sahabat Nabi bahwa shalat tarawih dikerjakan sebanyak dua puluh rakaat. Ini juga merupakan pendapat ats-Tsauri, Ibn Mubarak, dan Syafi’i. Syafi’i berkata: Aku mendapati kaum muslimin di Makkah shalat (tarawih) sebanyak dua puluh rakaat”. (Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Juz. I, hal. 125).
Imam al-Mawardi yang merupakan salah satu ulama dalam mazhab Syafi’i (Syafi’iyyah) mengatakan :
فالذي أختار عشرون ركعةً خمس ترويحات كل ترويحة شفعين كل شفع ركعتين بسلام ثمّ يوتر بثلاث؛ لأنّ عمر بن الخطّاب رضي اللّه عنه جمع النّاس على أبيّ بن كعب فكان يصلّي بهم عشرين ركعةً جرى به العمل وعليه النّاس بمكّة
Artinya: “Pendapat yang saya pilih (shalat tarawih) adalah 20 rakaat dengan 5 kali istirahat. Setiap istirahat diiringi dengan 2 shalat, tiap shalat terdiri dari 2 rakaat 1 salam, kemudia witir dengan 3 rakaat. Karena Umar bin Khattab mengumpulkan para sahabat untuk bermakmum kepada Ubay bi Ka’ab, dan Ubay shalat sebanyak 20 rakaat. Itulah yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di Makkah”. (al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir fi Fiqh Madzhab al-Imam asy-Syafi’I, Juz. II, hal. 291).
Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari yang juga merupakan salah satu ulama dalam mazhab Syafi’i (Syafi’iyyah) mengatakan :
(و) صلاة (التراويح) وهي عشرون ركعة بعشر تسليمات في كل ليلة من رمضان لخبر «من قام رمضان أيمانا واحتسابا غفر له ماتقدم من ذنبه» ويجب التسليم من كل ركعتين فلو صلى أربعا منها بتسليمة لم تصح
Artinya: “(Shalat tarawih) adalah 20 rakaat dengan 10 kali salam setiap malam pada bulan Ramadhan berdasarkan hadits: Barangsiapa yang melaksanakan (shalat tarawih) di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan ridha Allah, maka dosanya yang telah diampuni oleh Allah SWT. Wajib satu salam dalam setiap 2 rakaat, jika shalat tarawih 4 rakaat dengan satu salam maka shalatnya tidak sah”. (Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrat al-‘Ain, hal. 33).
Hal senada juga dikatakan oleh Imam Ibnu ‘Abidin, beliau salah satu ulama pengikut mazhab Hanafi (Hanafiyyah) :
(وهي عشرون ركعة) هو قول الجمهور, وعليه عمل الناس شرقا وغربا
Artinya: “Tarawih itu jumlahnya 20 rakaat yang merupakan pendapat jumhur (ulama) dan yang selalu diamalkan oleh orang-orang yang ada di Timur dan di Barat”. (Ibn ‘Abidin, Rad al-Mukhtar ‘ala ad-Darr al-Mukhtar Syarh Tanwir al-Abshar, Juz. II, hal. 492).
Begitu juga yang dikatakan oleh Syekh Manshur bin Yunus al-Buhuti, yang merupakan salah satu ulama dalam mazhab Hanbali (Hanabilah) :
(والتراويح) سنة مؤكدة سميت بذلك لأنهم يصلون أربع ركعات ويتروحون ساعة أي: يستريحون (عشرون ركعة) لما روى أبو بكر عبد العزيز في الشافي عن ابن عباس: «أن النبي ﷺ كان يصلي في شهر رمضان عشرين ركعة»
Artinya: “(Shalat tarawih) hukumnya sunnah muakkadah, dinamakan demikian karena mereka beristirahat sejenak setiap mengerjakan shalat 4 rakaat. (Jumlahnnya 20 rakaat) sebagaimana riwayat Abu Bakar Abdul Aziz didalam Asy-Syafi dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW shalat di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat”. (Manshur al-Buhuti, ar-Raudh al-Murba’ Syarh Zad al-Mustaqni’, hal. 115).
Ibnu Rusyd juga memberikan komentar tentang shalat tarawih 20 raka’at, beliau berkata :
واختلفوا في المختار من عدد الركعات التي يقوم بها الناس في رمضان, فاختار مالك في أحد قوليه, وأبوحنيفة وأحمد وداود: القيام بعشرين ركعة سوى الوتر
Artinya: “Para ulama berbeda pendapat tentang bilangan rakaat terbaik yang layak dikerjakan di bulan ramadhan. Malik dalam salah satu pendapatnya, Abu Hanifah, Syafi’i, Ahmad dan Daud menatakan dua puluh rakaat selain shalat witir”. (Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, Juz. I, hal. 487).
Selain itu, Imam at-Tirmidzi yang merupakan salah satu ahli hadits juga memberikan komentar tentang shalat tarawih 20 rakaat :
وأكثر أهل العلم, على ما روي عن عمر, وعلي, وغيرهما من أصحاب النبي ﷺ عشرين ركعة. وهو قول الثوري, وابن المبارك, والشافعي. وقال الشافعي: وهكذا أدركت ببلدنا بمكة يصلون عشرين ركعة
Artinya: “Kebanyakan para ulama menjalani apa yang telah diriwayatkan dari Umar, Ali dan sahabat lainnya, yaitu 20 rakaat. Ini merupakan pendapat dari Sufyan as-Tsauri, Ibn al-Mubarak dan Imam Syafi’i, Syafi’i berkata: Aku menjumpai di negeri kami di Makkah, mereka meaksanakan shalat (tarawih) sebanyak 20 rakaat”. (At-Tirmidzi, al-Jami’ al-Kabir, Juz. II, hal. 159).
Keempat, shalat tarawih 36 rakaat. Ini merupakan pendapat salah satu dari mazhab Maliki, sebagaimana disebutkan oleh imam Malik sendiri :
قال مالك: بعث إلي الأمير وأراد أن ينقص من قيام رمضان الذي كان يقومه الناس بالمدينة، قال ابن القاسم: وهو تسعة وثلاثون ركعة بالوتر ست وثلاثون ركعة والوتر ثلاث، قال مالك: فنهيته أن ينقص من ذلك شيئا، وقلت له: هذا ما أدركت الناس عليه وهذا الأمر القديم الذي لم تزل الناس عليه
Artinya: “Malik berkata: Penguasa mengutus utusan kepadaku, dia hendak mengurangi bilangan rakaat yang telah dijalankan oleh orang-orang di Madinah saat itu. Ibnu al-Qasim menyatakan bahwa saat itu sekitar 39 rakaat dan witir. Maka Imam Malik berkata: Saya larang untuk dikurangi, hal itulah yang saya temui dan dijalankan oleh orang-orang saat itu". (Malik bin Anas, al-Mudawwanah, Juz. I, hal. 222)
Kelima, shalat tarawih tanpa ada batasan raka’at. Hal ini merupakan salah satu pendapat dari Ibn Taimiyyah dalam fatawanya :
والصواب أن ذلك جميعه حسن، كما قد نص على ذلك الإمام أحمد رضي الله عنه وأنه لا يتوقت في قيام رمضان عدد، فإن النبي ﷺ لم يوقت فيها عدد
Artinya: "Yang benar adalah semuanya baik, hal ini yang telah dinashkan oleh Imam Ahmad bahwa shalat pada malam Ramadhan itu tak ditentukan jumlah bilangannya". (Ibnu Taimiyyah, al-Fatawa al-Kubra, Juz. II, hal. 250).
Inilah beberapa pendapat tentang masalah raka’at shalat tarawih, mudah-mudah tulisan ini sedikit memberikan pencerahan bagi kita dan semoga bermanfaat. Amin Allahumma amin
Oleh : Al-Faqir Ilallah Fadhli Almajri

Komentar
Posting Komentar